Showing posts with label SERBA-SERBI. Show all posts
Showing posts with label SERBA-SERBI. Show all posts

Tuesday, May 10, 2011

CANDI IBU MAJAPAHIT (2)

Pada bagian yang pertama telah diulas siapakah sebenarnya Ibu Majapahit tersebut, maka pada bagian yang kedua ini akan diuraikan tentang Candi Ibu Majapahit. Candi Ibu Majapahit pada dasarnya adalah merupakan suatu istilah yang bila tidak kita cermati akan menghadirkan berbagai macam anggapan yang salah dan cenderung menyesatkan. Dalam bagian yang pertama telah pula diulas siapakan yang cocok disebut sebagai Ibu Majapahit tersebut, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Gayatri yang digelari Rajapatni yang meninggal sekitar tahun 1350 M. 

Kakawin Negarakertagama di dalam pupuh LXIX menjelaskan secara rinci perihal candi makam Gayatri ini sebagai berikut  : 
  1. Prajnyaparamitapuri itulah nama candi makam yang dibangun. arca Sri Rajapatni diberkahi oleh Sang pendeta Jnyanawidi, telah lanjut usia, faham akan tantara, menghimpun ilmu agama. laksana titisan empu Barada, menggembirakan hati Baginda.
  2. Di Bayalangu akan dibangun pula candi makam Sri Rajapatni, pendeta Jnyanawidi lagi yang ditugaskan memberkahi tanahnya, rencananya telah disetujui oleh sang menteri demung Boja, Wisesapura namanya, jika candi sudah sempurna dibangun.
  3. Candi makam Sri Rajapatni tersohor sebagai tempat keramat, tiap bulan Badrapada di sekar oleh para menteri dan pendeta, di tiap daerah rakyat serentak membuat peringatan dan memuja, itulah suarganya, berkat berputera, bercucu narendra utama.
Dari uraian pupuh tersebut dapatlah diketahui adanya dua candi makam Gayatri yaitu yang pertama disebut dengan Prajnyaparamitapuri, dan yang kedua disebut dengan Wisesapura yang terletak di Bayalangu, Tulungagung, Jawa Timur, dan terkenal dengan sebutan Candi Gayatri.


Candi Wisesapura atau Candi Gayatri
 
Saat ini candi tersebut telah runtuh, tinggal puing-puingnya serta masih terdapat sebuah arca prajnyaparamita yang telah putus bagian kepala serta sebagian tangannya.
 
Potongan arca Prajnyaparamita
 
Baiklah kita simak kekeramatan situs Candi Wisesapura/Gayatri tersebut berdasarkan rekaman foto-foto di bawah ini.

Aura gaib Candi Gayatri (Wisesapura)

Aura para penghuni gaib Candi Gayatri
 
 

 


 


 



Aura gaib yang terdapat pada runtuhan candi perwara
 

 


Dengan tidak bermaksud untuk merubah keyakinan atau menggoyahkan iman agama para pembaca yang budiman, maka artikel berikut foto-foto di atas adalah merupakan pembuktian pribadi penulis tentang situasi Candi Wisesapura/Gayatri yang terletak di desa Boyolangu, Tulungagung, Jawa Timur sebagaimana yang diuraikan dalam kakawin Negarakertagama khususnya pupuh LXIX.

Satu kesimpulan mendasar yang patut dicatat dalam hal ini adalah, bahwa Candi Ibu Majapahit yang asli dan sebenarnya adalah Candi Wisesapura atau yang terkenal dengan sebutan Candi Gayatri, terletak di Dusun Dadapan, Boyolangu, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.

Penulis : J.B. Tjondro Purnomo ,SH.
 


Thursday, May 5, 2011

NEGARAKERTAGAMA JADI MEMORI DUNIA

Koleksi dokumen sejarah kerajaan Majapahit milik bangsa Indonesia, kitab Negarakertagama, telah diakui sebagai Memori Dunia oleh UNESCO. Kitab sastra yang ditulis Empu Prapanca di sekitar tahun 1350-1389 itu menceritakan perjalanan sejarah Kerajaan Majapahit di bawah pemerintahan Sri Rajasanagara (Hayam Wuruk). Kitab yang ditulis di atas daun lontar tersebut terdaftar dalam The Memory of the World Regional Register for Asia/Pacific.
”Tentu saja pengakuan ini sangat membanggakan karena Indonesia memiliki peninggalan sejarah yang diakui internasional,” kata Dady P Rachmananta, Kepala Perpustakaan Nasional, di Jakarta, Jumat (23/4). Naskah Negarakertagama saat ini tersimpan di Perpustakaan Nasional, Jakarta.


Selengkapnya silahkan baca di sini.

MAJAPAHIT BUKAN KESULTANAN ISLAM (1)

Adalah seorang Herman Sinung Janutama, yang menerbitkan buku  ‘Kesultanan Majapahit, Fakta Yang Tersembunyi’, diterbitkan oleh LJKP Pangurus Daerah Muhammadiyah Yogyakarta, edisi terbatas Muktamar Satu Abad Muhammadiyah Yogyakarta Juli 2010, yang pada intinya buku tersebut memaparkan fakta-fakta tersembunyi dengan berbagai dasar temuan sehingga mencapai suatu kesimpulan bahwa kerajaan Majapahit adalah merupakan kerajaan Islam yang berbentuk "Kesultanan Majapahit".

Sedikitnya si penulis mengemukakan lima fakta untuk memperkuat argumennya tersebut di atas, dan akan diulas kebenarannya berikut  :

1. Ditemukan atau adanya koin-koin emas Majapahit yang bertuliskan kata-kata ‘La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah’. Koin semacam ini dapat ditemukan dalam Museum Majapahit di kawasan Trowulan Mojokerto Jawa Timur. Koin adalah alat pembayaran resmi yang berlaku di sebuah wilayah kerajaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sangat tidak mungkin sebuah kerajaan Hindu memiliki alat pembayaran resmi berupa koin emas bertuliskan kata-kata Tauhid.

Tidak disangkal bahwa temuan mata-uang tersebut adalah merupakan temuan arkeologis yang cukup bernilai, apalagi bila benar-benar berbahan dasar emas. Tetapi satu hal yang harus dipahami serta wajib untuk dimengerti adalah, mata uang suatu negara tidak dapat dipergunakan untuk menjustifikasi bentuk suatu negara (kerajaan) tersebut, sebagai wawasan : dahulu saat negeri kita masih berada di bawah (dijajah) pemerintahan kolonial Belanda mata uang yang dipergunakan adalah mata uang Gulden (VOC), hal ini tidak berarti bahwa negeri kita (pada waktu itu) berbentuk Kerajaan sebagaimana Belanda waktu itu (dibawah pemerintahan Ratu Juliana). Satu point utama yang patut dijadikan tolok ukur bentuk suatu negara (kerajaan) adalah bagaimana sistem perundang-undangan yang berlaku di negara (kerajaan) tersebut pada masa itu, sebagai contohnya : Negeri kita ini mempergunakan Undang-Undang Dasar 1945 serta Pancasila sebagai falsafah negara yang jelas-jelas menentukan bahwa Indonesia adalah negara Republik Presidensiil meskipun di dalam faktanya agama Islam adalah agama mayoritas penduduk Indonesia, tetapi tidak berarti bahwa Indonesia adalah negara Islam.


Read more  :  bagian kedua

Wednesday, May 4, 2011

CANDI IBU MAJAPAHIT (1)

Majapahit mempersatukan Nusantara, Majapahit mengangkat derajat bangsa, Majapahit banyak dirindukan kemunculannya kembali.

"Yang Maha mencipta, Maha memelihara, Maha mengakhiri, sujudku setunduk-tunduknya, semoga sirna segala rintangan yang menghadang jalan"

Tersebutlah istilah Candi Ibu Majapahit, yang banyak di gembar-gemborkan oleh Majapahit-Bali beserta pengikut-pengikutnya yang cukup fenomenal dan menarik untuk diulas secara mendalam dan mendetil tentang kebenarannya, agar tidak lagi bersifat menyesatkan.
Mendengar istilah Candi Ibu Majapahit, muncullah dalam benak kita suatu pertanyaan yang bersifat logis, yaitu "Siapakah sebenarnya Ibu Majapahit tersebut ?".

Baiklah kita ulas secara perlahan, mendetil, dan satu persatu dengan tujuan meluruskan anggapan-anggapan atau klaim-klaim yang tidak benar serta patut diragukan kebenarannya.
Kerajaan Majapahit, sebagai kelanjutan dari kerajaan Singosari, didirikan oleh Nararya Sanggramawijaya yang memiliki nama penobatan Sri Kertarajasa Jayawardhana. Beliau memiliki empat orang isteri yang merupakan puteri-puteri raja Kertanegara (raja Singosari akhir), yang menurut kakawin Negarakertagama dalam pupuh XLV/2 dan pupuh XLVI/1 adalah Sang Parameswari Tribhuwana, Parameswari Mahadewi, Prajnyaparamita Jayendradewi dan Gayatri yang digelari Rajapatni. Berikutnya, beliau memiliki satu isteri lagi yang berdarah Melayu, bernama Dara Petak (selir) yang dalam kakawin Negarakertagama pupuh XLVII/2 disebutkan sebagai Indreswari yang merupakan ibu Sang Raja Putera Jayanegara (raja Majapahit kedua). Dari perkawinan beliau dengan Gayatri melahirkan keturunan dua orang puteri yang menurut kakawin Negarakertagama pupuh XLVIII/1 disebutkan sebagai Rani di Jiwana (yang pertama) dan Rani Daha (yang bungsu). Rani di Jiwana adalah Tribhuwanottungadewi Jayawisnuwarddhani (raja Majapahit ketiga), sedangkan Rani Daha adalah Rajadewi Maharajasa.

Dari fakta geneologis di atas, dapatlah kita tarik kesimpulan bahwa sebenarnya, yaitu bahwa yang dapat disebut sebagai Ibu Majapahit adalah " dua orang isteri " Sanggramawijaya, yang pertama adalah parameswari Gayatri (Rajapatni) puteri raja Kertanegara dan selirnya yaitu Dara Petak (Indreswari), karena dari kedua beliau itulah kemudian muncul raja-raja Majapahit berikutnya yang secara berturut-turut adalah Jayanegara (memerintah dari tahun 1309 - 1328) yang kemudian dilanjutkan oleh Tribhuwanottunggadewi (memerintah dari tahun 1328 - 1350).

Jika kita tinjau dari sisi status isteri-isteri Sanggramawijaya, maka yang pantas disebut sebagai Ibu Majapahit adalah Gayatri (Rajapatni) yang nota bene berstatus parameswari atau isteri sah Sanggramawijaya. Beliau meninggal di sekitar tahun 1350 M, sebagaimana ternyata secara eksplisit dalam kakawin Negarakertagama pupuh LXIII/2, yang berbunyi : " .. atas perintah sang rani Sri Tribuwana Wijayatunggadewi, supaya pesta serada Sri Rajapatni dilangsungkan Sri Baginda (Hayam Wuruk) di istana pada tahun saka bersirah empat (1284 S) bulan Badrapada ....". Upacara serada adalah merupakan upacara untuk memperingati dua belas tahun meninggalnya keluarga raja, dengan demikian dapatlah dianalogikan bahwa Sri Rajapatni (Gayatri) telah meninggal pada tahun 1272 S atau tahun 1350 M. Pada akhir masa hidupnya beliau menjadi wikuni (pendeta Budha).

Pertanyaan yang logis dimunculkan adalah : "Di manakah makam beliau ?"


Ditulis oleh : J.B. Tjondro Purnomo ,SH

Bersambung ......................... ke bagian kedua 


Monday, May 2, 2011

KEKUASAAN MAJAPAHIT DI BIMA


KM Rumah Solud Kerajaan Bima abad XIV/ XV adalah salah satu wilayah di bawah kekuasaan Majapahit yang terletak di wilayah Timur Jawa (mancanegara), yang didalam kitab Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV di sebutkan wilayah Sanghyang Api (gunung sangiang-wera), di kala itu Bima di pimpin oleh Raja muda yang bernama Indra Zamrud, dan Pusat pemerintahan terletak di wilayah Ncuhi Dara (Bima).
Kerajaan Bima terbagi dalam 5 (lima) wilayah yaitu : 1. Ncuhi Dara, memegang kekuasaan wilayah Bima Tengah 2. Ncuhi Parewa, memegang kekuasaan wilayah Bima Selatan 3. Ncuhi Padolo, memegang kekuasaan wilayah Bima Barat 4. Ncuhi Banggapupa, memegang kekuasaan wilayah Bima Utara 5. Ncuhi Dorowani, memegang kekuasaan wilayah Bima Timur. Arti luas dari Ncuhi itu sendiri yaitu kepala suku yang memegang wilayah kekuasaannya masing-masing.
Dalam posisi berada di bawah naungan Kerajaan besar seperti Majapahit, jadi Kerajaan Bima harus menyetor Upeti kepada Majapahit.karna pada catatan Odorico da Pordenone, biarawan Katolik Roma dari Italia yang mengunjungi Jawa pada tahun 1321, menyebutkan bahwa istana raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan permata. Upeti yang di terima dari kerajaan-kerajaan taklukan Majapahit akan dikumpulkan di Majapahit.
Stabilitas Ekonomi Kerajaan Bima
Pada saat itu kerajaan Bima sangat berkembang pesat di segi pertanian maupun peternakan dan perikanan, Kerajaan Bima banyak belajar dan mengadaptasi ilmu dari kerajaan Majapahit dan itu bisa terlihat dari seni ukiran yang terdapat di setiap keris atau senjata khas Kerajaan Bima yang sangat mirip dengan Kerajaan Majapahit (Ukiran dan kerajinan Jawa,sangat kental di Keris Bima), Raja Indra Zamrud sangat memperhatikan keadaan Ekonomi Kerajaan pada waktu itu sehingga Raja  mengembangkan bidang Pertanian dan perikanan, masyarakat Bima pada saat itu banyak yang bercocok tanam dengan di bantu oleh adik sang Raja Indra Kumala yang sekaligus ahli di bidang Pertanian, dengan adanya bukti di Museum Gajah Jakarta yaitu berupa Tungku kuno yang diatasnya berjejer ukiran dan miniatur kodok yang ditemukan di Bima merupakan alat ritual masyarakat bima pada saat itu untuk meminta hujan.
Di bidang peternakan Kerajaan Bima juga tidak mau kalah dengan kerajaan lain, Raja Indra Zambrud juga mengembangkan bidang peternakan yaitu Kuda,Kerbau,dan Sapi. karna banyaknya ditemukan Catatan-catatan para pelaut yang singgah di pelabuhan laut kerajaan Bima pada saat itu. Bima menjadi sebuah keraajan yang berkembang pesat pada saat itu, apalagi Kerajaan Bima merupakan salah satu kerajaan yang didirikan oleh Majapahit, sehingga Kerajaan Bima menjadi Wilayah Transit para pelaut yang akan menuju ke timur. Siti Maryam mengisahkan, “ ini diperkirakan terjadi abad 14. Tapi kemudian diperbarui karena di Kitab Negarakertagama, Kerajaan Bima disebut sudah memiliki pelabuhan besar pada 1365. Ini cocok dengan kisah di Bo Sangaji Kai. Jadi, kemungkinan Kerajaan Bima dimulai pada 1340.”
Dan di tambah catatan para pelaut yang singgah di pelabuhan Bima pada saat itu yaitu Wang Ta-yuan, pedagang Tiongkok,menceritakan “Pelabuhan Bima sangat ramai dengan perdagangan garam,burung kakak tua,kuda.dan perdagangan Budak-budak yang besar dan kuat”.

Sumber :
http://www.kampung-media.com

Gambar Belangkas