Kebo Iwa :
“Wahai Patih Gajah Mada ! Cita-citamu untuk membuat nusantara menjadi satu dan kuat kiranya dapat aku mengerti, namun selama ragaku tetap hidup sebagai abdi rajaku, aku akan menjadi penghalangmu. Maka, taklukkan aku, hilangkan kesaktianku dengan menyiramkan bubuk kapur ke tubuhku.
Pernyataan Patih Kebo Iwa rupanya membuat terkesiap Patih Gajah Mada. Patih Gajah Mada menunjukkan reaksi keheranan yang amat sangat atas perkataan Patih Kebo Iwa. Gajah Mada yang mengerti atas keinginan Kebo Iwa, nampak menghantamkan jurusnya ke batu kapur, batu itupun luluh lantak menjadi serpihan bubuk. Patih Gajah Mada menyapukan bubuk tersebut ke arah Patih Kebo Iwa dengan ilmunya, bubuk kapur menyelimuti tubuh sang patih Nampak Patih Kebo Iwa, sesak napasnya oleh karena bubuk kapur tersebut.
Kiranya bubuk kapur tersebut membuat olah pernapasan Patih Kebo Iwa menjadi terganggu, hal tersebut mengakibatkan kesaktian tubuh Patih Kebo Iwa menjadi lenyap.Patih Gajah Mada melesat ke arah Patih Kebo Iwa, menusukkan kerisnya ke tubuh Kebo Iwa. Dan sebelum kepergiannya, dengan sisa tenaga yang ada Patih Kebo Iwa mengutarakan apa yang ingin dikatakan untuk terakhir kali.
Patih Kebo Iwa :
“Kiranya kematianku tidak sia-sia adanya…biarlah nusantara yang kuat bersatu hasil yang pantas atas harga hidupku”.
Patih Gajah Mada dengan raut muka sedih, memberikan jawaban atas perkataan Patih Kebo Iwa.
“Kepergianmu sebagai tokoh besar akan terkenang dalam sejarah… Sejarah suatu Nusantara yang satu dan kuat”.
Tak lama setelah mendengar pernyataan tersebut, Kebo Iwa menghembuskan napas terakhirnya, pergilah sudah, meninggalkan raga seorang patih tertangguh dalam sejarah Bali… dan pertiwi pun meredup melepas kepergian salah satu putra terbaiknya.
Meninggalnya Kebo Iwa akhirnya memuluskan upaya Majapahit untuk melaksanakan ekspedisi ke Bali menangkap Raja Sri Gajah Waktera. Untuk melaksanakan ekspedisi tersebut digelarlah sidang antara Ratu Majapahit dengan para pembesar/ pejabat istana. Dalam perundingan tersebut ikut serta adik adik Raden Cakradara yang merupakan suami dari Ratu Majapahit Tribhuwana Tunggadewi.
Catatan penulis :
Artikel ekspedisi Majapahit ke Bali ini lebih bernuansa 'dongeng sejarah', tetapi terlepas dari hal itu terdapat suatu pesan yang penting untuk kita simak bersama, yaitu :
Keinginan serta niat yang suci untuk mempersatukan Nusantara tidak akan pernah bisa dihalangi oleh hal apapun, dan tidak dapat disurutkan oleh kekuatan sebesar apapun. Hal ini telah direalisasikan oleh pendiri negeri sekaligus Proklamator Negeri ini. Betapa tidak, siapa yang menduga bakal muncul suatu negara baru yang bernama Indonesia dengan Pancasila sebagai dasar negaranya ? Tidak satupun bangsa-bangsa di dunia pada waktu itu dapat memprediksi bahwa Soekarno mampu memproklamirkan negeri ini dari suatu ketiadaan, dari suatu ketidak-berdayaan, serta mampu melepaskan diri dari belenggu penjajahan yang telah mengakar berurat sangat lama. Sejarah Soekarno dalam memproklamirkan Indonesia (bila kita kaji lebih mendalam) adalah sama persis dengan upaya Sanggramawijaya dalam upaya menumpas Jayakatwang dan tentara Tartar untuk mendirikan suatu kerajaan baru yang bernama Majapahit.
Majapahit yang kedua telah dimunculkan oleh beliau Ir. Soekarno dengan nama Indonesia. Akankah muncul Majapahit yang ketiga yang mampu melepaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan ekonomi, melepaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan budaya, membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan sosial-politik, membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan oleh bangsa sendiri serta mampu membawa bangsa Indonesia ke dalam cakrawala baru yang makmur, sentausa dan berdikari serta dihormati oleh bangsa-bangsa lain ?