Monday, May 9, 2011

MC...

Ok kome....
doktor tak bagi awok ngadap (mengadap) komputer dalam 2 - 3 haghi (hari) ni....
itu sebabnye die bagi MC kat awok....
die sughoh (suruh) beghehat (berehat).....

P/S: Doktor Zulkarimah Polklinik Maxwell, Bandar Ipoh Raya ni tak pulak kate awok tak bulih ngadap Laptop!!!...... hehehehee

RAJA-RAJA BAWAHAN MAJAPAHIT

Berikut ini adalah daftar raja-raja bawahan kerajaan Majapahit.
 


RAJA-RAJA MAJAPAHIT

Berikut ini adalah daftar raja-raja yang pernah memerintah kerajaan Majapahit.
 



Time Kasih PM

Gule naik RM0.20....
awok ghase (rasa) takde keghajaan (kerajaan) kat dunie ni yang prihatin akan betape perlu nye ghakyat (rakyat) menjage kesihatan....
ni le salah satu langkah yang diambik keghajaan (kerajaan)....

naikkan rege (harga) gula sebanyak RM0.20....
bile udah naik rege(harga) kompem ghakyat (rakyat) Malaysia kughang (kurang) ambik gule...
kedei makan besok kompem le setat (start) naikkan rege (harga) makan minum deme...baghu (baru) le ghakyat (rakyat) minom ayo (air) mati je.....

Minyak Ron 97 pun baghu (baru) je naik rege (harga) jadi RM2.90 seliter...
ini pun salah satu langkah terpuji Keghajaan (kerajaan) Malaysia...
bile rege (harga) minyak naik....
baghu (baru) le ghamei (ramai) ghakyat (rakyat) naik kendeghaan (kenderaan) awam...

bile ghamei (ramai) udah naik......
baghu (baru) le sistem pengangkutan awam kite dapat ditingkatkan lagi...
sambei (sambil) tu kite dapat menyumbang pade kughangnye (kurangnya) pencemaghan (pencemaran) alam....
maklomle...asap motokar tak banyak dilepaihkan (dilepaskan)....

time kasih PM dan keghajaan (kerajaan) Malaysia.....
keghane (kerana) prihatin....

P/S: hehehehe

SANG PANCA WILWATIKTA

Majapahit dengan sumber sejarahnya yang berupa kitab Negarakertagama  di dalam pupuh X/1 menguraikan bahwa Sang Panca Wilwatikta mempunyai hubungan yang rapat dengan Istana (Majapahit). Dalam pupuh itu dijelaskan pula bahwa yang dimaksud dengan Sang Panca Wilwatikta adalah lima orang pembesar dalam pemerintahan Majapahit  adalah Patih, Demung, Kanuruhan, Rangga dan Tumenggung. Kelima pembesar tersebut diserahi pelaksanaan pemerintahan Majapahit, menjadi pembantu utama Sang Prabu dalam urusan pemerintahan.

Diantara lima pembesar tersebut Patih adalah merupakan jabatan yang tertinggi, Negarakertagama pupuh X/2 menyebutnya amatya ring sanagara yang artinya patih seluruh negara. Sebutan ini hanya diperuntukkan bagi Patih Majapahit untuk membedakannya dengan patih-patih di negara bawahan, seperti Daha, Kahuripan, Wngker, Matahun dan sebagainya.

Dalam pupuh tersebut juga disinggung bahwa patih negara bawahan dan para pembesar lainnya seperti Demung berkumpul di Kepatihan Majapahit yang dipimpin oleh Maha Patih Gajah Mada, jadi dengan demikian seluk beluk pemerintahan seluruh negara Majapahit ditentukan oleh Maha Patih Majapahit. Para patih dan pembesar negara bawahan menerima perintah dari Patih Majapahit dan memberikan laporan tentang keadaan negara-negara bawahan kepada sang patih. Demikianlah patih negara bawahan biasa disebut dengan patih saja, ia melaksanakan pemerintahan di negara bawahan, sedangkan patih seluruh negara memberikan perintah dan arahan tentang bagaimana menjalankan pemerintahan di negara bawahan atau di daerah. Dalam kitab Pararaton, patih seluruh negara itu disebut dengan istilah Patih Amangkubhumi, istilah ini tidak terdapat di dalam Negarakertagama.

Read more: DI SINI

PEREBUTAN KEKUASAAN SETELAH HAYAM WURUK WAFAT (2)

Pada awal masa pemerintahannya (Bhre Tumapel) pada tahun 1447 ia mengeluarkan prasasti Waringin Pitu berkenaan dengan pengukuhan perdikan dharma (dharma sima) Rajasakusumapura di Waringinpitu yang telah ditetapkan sebelumnya oleh neneknya Sri Rajasaduhiteswari Dyah Nrttaja untuk memuliakan Sri Paduka Parameswara Sang mokta ring Sunyalaya. Di dalam prasastinya ia disebut bergelar Wijayaparakramawarddhana. Ia tidak lama memerintah, pada tahun 1451 ia meninggal dan didharmakan di Krtawijayapura.

Sepeninggal Kertawijaya, Bhre Pamotan menggantikan menjadi raja dengan bergelar Sri Rajasawarddhana, ia dikenal pula dengan sebutan Sang Sinagara. Asal usulnya tidak jelas diketahui, namun dalam prasasti Waringin Pitu diketahui bahwa Rajasawarddhana disebutkan pada urutan ke tiga setelah reja, dan pada tahun 1447 ketika prasasti itu dikeluarkan oleh Kertawijaya, ia berkedudukan sebagai Bhatara ring Kahuripan. Dari kenyataan ini tidak disangsikan lagi bahwa pada masa pemerintahan Kertawijaya, Rajasawarddhana telah memiliki kedudukan yang tinggi dan penting di kerajaan Majapahit.

Dalam kitab Pararaton disebutkan bahwa pada waktu menjadi raja, Rajasawarddhana berkedudukan di Keling-Kahuripan, dengan demikian ia tidak berkedudukan di ibu-kota Majapahit, melainkan telah memindahkan pusat pemerintahannya di Keling-Kahuripan. Hal ini mungkin pula disebabkan karena keadaan politik di Majapahit masih tetap memburuk akibat pertentangan keluarga yang belum juga mereda. Ia memerintah hampir tiga tahun lamanya, dan pada tahun 1453 ia meninggal dan didharmakan di Sepang

Menurut kitab Pararaton, sepeninggal Rajasawarddhana selama tiga tahun (1453-1456) Majapahit mengalami kekosongan tanpa raja (interregnum). Sebab-sebab terjadinya kekosongan ini tidak dapat diketahui secara pasti, dugaan kuat hal ini disebabkan karena masih berkecamuknya pertentangan memperebutkan kekuasaan di antara keluarga raja-raja Majapahit. Pertentangan keluarga yang berlangsung berlarut-larut ini rupa-rupanya telah melemahkan kedudukan raja-raja Majapahit baik di pusat maupun di daerah, hasilnya sepeninggal Rajasawarddhana tidak ada seorangpun diantara keluarga raja-raja Majapahit yang sanggup tampil untuk segera memegang tampuk pemerintahan di Majapahit.

PEREBUTAN KEKUASAAN SETELAH HAYAM WURUK WAFAT (1)

Sepeninggal raja Hayam Wuruk, tahta kerajaan Majapahit diduduki oleh Wikramawardhana (Bhra Hyang Wisesa) yang sebenarnya adalah menantu sekaligus keponakan dari raja Hayam Wuruk karena pernikahannya dengan puteri Hayam Wuruk yang bernama Kusumawardhani. Seharusnya yang menjadi raja menggantikan Hayam Wuruk adalah Kusumawardhani sendiri (selaku puteri mahkota yang lahir dari permaisuri Paduka Sori). Wikramawardhana sendiri adalah putera Dyah Nrttaja Rajasaduhiteswari, yaitu adik Hayam Wuruk yang menikah dengan Bhre Paguhan, Singhawarddhana.

Wikramawarddhana mulai memerintah Majapahit dari tahun 1389 selama dua belas tahun, dan pada tahun 1400 ia mengundurkan diri dari pemerintahan, menjadi seorang pendeta (bhagawan), dan mengangkat anaknya yang bernama Suhita (dalam Pararaton disebut dengan Sri Ratu Prabu-stri, dan ada juga yang menyebut Kencono Wungu). Suhita adalah anak kedua dari Wikramawarddhana, anak pertamanya adalah Bhre Tumapel yang meninggal pada tahun 1399 sebelum dinobatkan menjadi raja.

Duduknya Suhita di atas tahta kerajaan Majapahit ini ternyata menimbulkan pangkal kericuhan di Majapahit, yaitu timbulnya perseteruan keluarga antara Wikramawaddhana dengan Bhre Wirabhumi (anak Hayam Wuruk dari isteri selir, sehingga tidak berhak atas tahta Majapahit dan telah diberi kewenangan atas bumi Blambangan). Bhre Wirabhumi tidak setuju atas pengangkatan Suhita menjadi raja Majapahit, dan sejak tahun 1401 timbullah persengketaan yang setelah tiga tahun semakin memuncak menjadi suatu huru-hara yang dikenal dengan peristiwa paregreg. Kedua belah pihak mengumpulkan orang-orangnya, menghimpun kekuatan dan akhirnya terjadilah perang saudara.

Dalam peperangn tersebut mula-mula Wikramawarddhana dari kadaton kulon menderita kekalahan, akan tetapi kemudian setelah mendapat bantuan dari Bhre Tumapel (Bhra Hyang Parameswara) ia akhirnya dapat mengalahkan Bhre Wirabhumi dari kadaton wetan. Bhre Wirabhumi kemudian melarikan diri naik perahu, ia dikejar oleh Raden Gajah (di dalam Pararaton tokoh ini berkedudukan sebagai Ratu Angabdhaya dan bergelar Bhra Narapati) dan tertangkap, kemudian dibunuh dan dipenggal kepalanya, peristiwa ini terjadi pada tahun 1406.

Peperangan antara Wikramawarddhana dengan Bhre Wirabhumi ini disebutkan pula di dalam berita Cina yang berasal dari jaman dinasti Ming (1368-1643). Di dalam buku sejarah Dinasti Ming (Ming Shih) jilid ke 324, disebutkan bahwa setelah kaisar Ch'eng-tsu naik tahta pada tahun 1403, ia mengadakan hubungan diplomatik dengan Jawa (Majapahit), ia mengirimkan utusan-utusannya kepada raja 'bagian-Barat' Tu-ma-pan dan raja 'bagian Timur' Put-ling-ta-ha (Pi-ling-da-ha). Pada tahun 1405 Laksamana Cheng-Ho memimpin sebuah armada perutusan ke Jawa, dan pada tahun berikutnya ia menyaksikan kedua raja Majapahit tersebut saling berperang. Kerajaan bagian Timur disebutkan menderita kekalahan dan kerajaannya dirusak. Berita Cina tersebut mengemukakan pula bahwa pada waktu terjadi perang antara kedua raja tersebut perutusan Cina sedang berada di kerajaan bagian Timur, bahkan serangan tentara kerajaan bagian Barat itu telah menyebabkan ikut terbunuhnya 170 orang Cina.

Walaupun Bhre Wirabhumi sudah meninggal, peristiwa pertentangan keluarga itu belum reda juga, bahkan peristiwa terbunuhnya Bhre Wirabhumi telah menjadi benih balas dendam dan persengketaan keluarga itu menjadi semakin belarut-larut. Pada tahun 1433 Raden Gajah dibunuh karena dipersalahkan telah membunuh Bhre Wirabhumi.

Masa pemerintahan Suhita berakhir dengan meninggalnya Suhita pada tahun 1477, ia didharmakan di Singhajaya bersama-sama dengan suaminya Bhra Hyang Parameswara (Aji Ratnapangkaja) yang telah meninggal pada tahun 1446, karena Suhita tidak memiliki anak, maka sepeninggalnya tahta kerajaan Majapahit diduduki oleh adiknya Bhre Tumapel Dyah Kertawijaya.

Selanjutnya silahkan baca di perebutan kekuasaan (bagian kedua)

Gambar Belangkas