Friday, May 6, 2011

Whats the word

Ain't sunny no more.
Gone were those sunny days.
Now it pours and gloomy skies are ahead.

3 days to go till D day.
6 days to go till the End of it.

I need "Something Borrowed" ;)

Hunks in it makes me yearn for it even more!

Question: What happened to the dream?
Perceptions change over time. The grass always looks greener on the other end.
But after listening to this song, I still heart this one special place where memories were everlasting~~

Whats the word? PERSEVERE

Terima kasih anak-anak ibu.... !

credit to http://adiksayangkucing.blogspot.com

Tersentuh dengan nukilan anak deena ( syeera ).. thanks sayang... 

8 mei 2011...iaitu kita akan meyambut hari ibu,dimana kita akan diingat kan
betapa pentingnya peranan seorang ibu bagi kita....setiap hari ibu akan ku teringat
akan ibu yang selalu mendampigiku selama ini..ibu yang menasihatkan ku dimana
ade kesalahan ku.ibu ku juga mengajari ku pelbagai hal...ibu ade untukku..i love ibu
yang tersayang.
terus kan perjuangan sebagai ibu..walaupun diri mu selalu dalam kesusahan
tetapi engkau tetap teguh menghadapinya..di situ aku dapat melihat kasih seorang ibu
betapa gigih nya engkau mencurah bakti..Demi anak-anak mu.....

Saya dan adik beradik ingin mengucap kan terima kasih kepada ibu yang tercinta..
yang selama ini menjaga dan memberi kasih sayang mu itu..walaupun hanya sekejap...

                        I LOVE MOTHER .....MMMUUUAAAHH..
                               SYAHIRAH,DANISH,NADIRA....

          
p/s:  thanks adik, tiap saat dan detik kalian x pernah luput dr ingat ibu, wlau kita tidak berkesempatan
utk bersama.. ibu yakin satu hari nanti kita pasti dapat bersama semula... kenangan dikala adik, danish dan kakak kecil dahulu selalu membuat ibu tersenyum dan adakala mengalir air mata bila mengenangkan anak-anak ibu disana.. jaga diri baik2 dan ingat apa yg selalu ibu pesan ? "Anak Ibu kena kuat dan hebat !                 

CANDI-CANDI MAKAM MAJAPAHIT

Kitab Negarakertagama dalam Pupuh LXXIII pada point yang ke 3 menyebutkan "Jumlah candi makam raja seperti berikut, mulai dengan Kagenengan, disebut pertama karena tertua, Tumapel, Kidal, Jajagu, Wedwawedan (di Tuban), Pikatan, Bakul, Jawa-jawa, Antang Trawulan, Kalang Brat dan Jago, lalu Balitar, Sila Petak, Ahrit, Waleri, Bebeg, Kukap, Lumbang dan Puger".
Selanjutnya di dalam pupuh XXXVII menyajikan uraian tentang candi makam Kagenengan demikian "Tersebutlah keindahan candi makam, bentuknya tidak bertara, pintu masuk terlalu lebar lagi tinggi, dari luar bersabuk, di dalam terbentang halaman dengan rumah berderet di tepinya, ditanami aneka ragam bunga : tanjung, nagasari dan sebagainya, menaranya lampai, menjulang tinggi seperti gunung Meru di tengah-tengah, sangat indah, di dalam candi ada arca dewa Siwa, sebagai lambang raja yang dipuja di situ, ialah datu-leluhur raja Majapahit yang disembah di seluruh dunia".
Candi makam Kagenengan telah musnah, hanya berkat uraian Negarakertagama kita bisa mengetahui tentang keberadaannya.
Perlu di catat, bahwa si Penulis Kitab Negarakertagama ini hidup pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk (Rajasanagara), jadi makam-makam raja setelah pemerintahan Prabu Hayam Wuruk tidak disebutkan dalam kitab tersebut.

CANDI JAGO (JAJAGHU)
Diantara 27 candi makam yang masih bertahan dalam keadaan hampir utuh adalah Candi Jago yang lebih terkenal dengan Candi Tumpang. Situs Candi Jago terletak di Desa Jago, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Candi ini dahulunya bernama Jayaghu. Candi ini menurut Negarakertagama diketahui sebagai salah satu candi pendharmaan bagi Maharaja Wisnuwardhana. Menurut kitab Negarakertagama pupuh XLI/4 candi Jago adalah candi Budha, di dalamnya terdapat arca Budha (amoghapasya) sebagai lambang mendiang raja Wisnuwardhana. Teras yang pertama memuat relief Kunjarakarna dongengan didaktik yang tidak asing lagi dalam kesasteraan Budha. Pada teras yang kedua terpahat relief Partayajnya sebuah cerita dari Mahabarata tentang Arjuna yang sedang bertapa di gunung Indrakila, meminta senjata yang akan digunakan dalam perang Bharatayudha melawan Kurawa. Teras yang ketiga berisi relief Arjuna Wiwaha  cerita perkawinan antara Arjuna dengan Dewi Suprabha, hadiah bhatara Guru kepada Arjuna setelah mengalahkan raja raksasa Nirwatakawaca. Badan candi itu sendiri dihias dengan adegan Kalayawana dan Kresna yang sepintas dapat diceritakan : setelah Kresna diusir oleh Kayawana dari Dwarawati, ia mengungsi ke Mucukunda, tempat bertapa seorang pendeta, dan tidur di tempat duduk sang pendeta, Kalayawana mengejarnya ke Mucukunda, ketika akan membunuh Kresna sang pendeta merintanginya dengan ucapan bahwa perbuatan yang demikian itu tidaklah wajar, mendengar ucapan itu Kalayawana marah dan mencaci maki sang pendeta, kemudian Kalayawana dipandang oleh sang pendeta mendadak hangus dan binasa, sepeninggal Kalayawana, Kresna kembali ke Dwarawati dan membangun kembali kerajaannya.

Arca Budha Amoghapasa


CANDI JAWI
Candi Jawi terletak di kaki G. Welirang, tepatnya di Desa Candi Wates, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, sekitar 31 km dari kota Pasuruan. Bangunan candi dapat dikatakan masih utuh karena telah berkali-kali mengalami pemugaran. Candi Jawi dipugar untuk kedua kalinya tahun 1938-1941 dari kondisinya yang sudah runtuh. Akan tetapi, pemugaran tidak dapat dituntaskan karena banyak batu yang hilang dan baru disempurnakan pada tahun 1975-1980.  Candi Jawi menempati lahan yang cukup luas, sekitar 40 x 60 m2, yang dikelilingi oleh pagar bata setinggi 2 m. Bangunan candi dikelilingi oleh parit yang saat ini dihiasi oleh bunga teratai. Ketinggian candi ini sekitar 24,5 meter dengan panjang 14,2 m dan lebar 9,5 m. Bentuknya tinggi ramping seperti Candi Prambanan di Jawa Tengah dengan atap yang bentuknya merupakan paduan antara stupa dan kubus bersusun yang meruncing pada puncaknya. Posisi Candi Jawi yang menghadap ke timur, membelakangi Gunung Pananggungan, menguatkan dugaan sebagian ahli bahwa candi ini bukan tempat pemujaan, karena candi untuk peribadatan umumnya menghadap ke arah gunung, tempat bersemayam kepada Dewa. Sebagian ahli lain tetap meyakini bahwa Candi Jawi berfungsi sebagai tempat pemujaan. Posisi pintu yang tidak menghadap ke gunung dianggap sebagai akibat pengaruh ajaran Buddha.
Kaki candi berdiri di atas batur (kaki candi) setinggi sekitar 2 m dengan pahatan relief yang memuat kisah tentang seorang pertapa wanita. Tangga naik yang tidak terlalu lebar terdapat tepat di hadapan pintu masuk ke garba grha (ruang dalam tubuh candi). Pahatan yang rumit memenuhi pipi kiri dan kanan tangga menuju selasar. Sedangkan pipi tangga dari selasar menuju ke lantai candi dihiasi sepasang arca binatang bertelinga panjang.
Di sekeliling tubuh candi terdapat selasar yang cukup lebar. Bingkai pintunya polos tanpa pahatan, namun di atas ambang pintu terdapat pahatan kalamakara, lengkap dengan sepasang taring, rahang bawah, serta hiasan di rambutnya, memenuhi ruang antara puncak pintu dan dasar atap. Di kiri dan pintu terdapat relung kecil tempat meletakkan arca. Di atas ambang masing-masing relung terdapat pahatan kepala makhluk bertaring dan bertanduk.

Ruangan dalam tubuh candi saat ini dalam keadaan kosong. Tampaknya semula terdapat arca di dalamnya. Negarakertagama menyebutkan bahwa di dalam bilik candi terdapat arca Syiwa dengan Aksobaya di mahkotanya. Selain itu disebutkan juga adanya sejumlah arca dewa-dewa dalam kepercayaan Syiwa, seperti arca Mahakala dan Nandiswara, Durga, Ganesha, Nandi, dan Brahma. Tak satupun dari arca-arca tersebut yang masih berada di tempatnya. Konon arca Durga kini disimpan di Museum Empu Tantular, Surabaya.
Dinding luar tubuh candi dihiasi dengan relief yang sampai saat masih belum ada yang berhasil membacanya. Mungkin karena pahatannya yang terlalu tipis. Mungkin juga karena kurangnya informasi pendukung, seperti dari prasasti atau naskah. Kitab Negarakertagama yang menceritakan candi ini secara cukup rincipun sama sekali tidak menyinggung soal relief tersebut. Menurut juru kunci candi, relief itu harus dibaca menggunakan teknik prasawiya (berlawanan dengan arah jarum jam), seperti yang digunakan dalam membaca relief di Candi Kidal. Masih menurut juru kunci candi, relief yang terpahat di tepi barat dinding utara menggambarkan peta areal candi dan wilayah di sekitarnya.
Dalam Negarakertagama pupuh 56 disebutkan bahwa Candi Jawi didirikan atas perintah raja terakhir Kerajaan Singasari, Kertanegara, untuk tempat beribadah bagi umat beragama Syiwa-Buddha. Raja Kartanegara adalah seorang penganut ajaran Syiwa Buddha. Selain sebagai tempat ibadah, Candi Jawi juga merupakan tempat penyimpanan abu jenazah Kertanegara. Hal ini memang agak mengherankan, karena letak Candi Jawi cukup jauh dari pusat Kerajaan Singasari. Diduga hal itu disebabkan karena rakyat di daerah ini sangat setia kepada raja dan banyak yang menganut ajaran Syiwa-Buddha. Dugaan tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa saat Raden Wijaya, menantu Raja Kertanegara, melarikan diri setelah Kertanegara dijatuhkan oleh Raja Jayakatwang dari Gelang-gelang (daerah Kediri), ia sempat bersembunyi di daerah ini, sebelum akhirnya mengungsi ke Madura.

Yoni yang dahulu berada di Candi Jawi

Replika Bhairawa Kartanegara


CANDI SIMPING (CANDI SUMBERJATI)
Adalah Candi Makam Sri Kertarajasa Jayawardana (Bhre Wijaya) yang meninggal pada tahun 1309, candi ini berada di Sumberjati dekat Blitar.

Penegasan tentang keberadaan Candi Makam ini tertulis dalam Kitab Negarakertagama Pupuh XLVII bagian yang ketiga, yang berbunyi : ' .... tahun Saka surya mengitari bulan (1231 Saka atau 1309 M), Sang Prabu (Wijaya) mangkat, ditanam di dalam pura Antahpura, begitu nama makam beliau, dan di makam Simping ditegakkan arca Siwa.'
Kondisi  Candi Simping (Candi Sumberjati) saat ini hanya tinggal lantai pondasinya saja, sementara bangunan utuhnya telah runtuh. Candi ini dibangun dengan bahan dasar batu andesit (berbeda dengan candi-candi yang masih dapat kita temukan di wilayah Trowulan, Mojokerto).

  
Foto-foto berikut adalah reruntuhan Candi Simping (Candi Sumberjati)

Makara (lambang penyucian) pada Candi Simping


Lambang pelepasan arwah (roh)




Lingga Yoni yang menjadi pusat Candi Simping


Dan inilah sketsa Candi Simping (Candi Sumberjati)


Dan inilah arca Harira, perwujudan Bhre Wijaya (Sri Kertarajasa Jayawardana)

Arca Harihara

Peghosak Bahase??

Kekekek...
awok tergelak je bile bace komen si 'peduli apa' dekat shoutbox sebelah ni haaaa....
 "peduli apa: nape cara kau tulis hari(haghi), bakei(bakal), daghi(dari)..padahal kau boleh je tulis elok2..rosak bahasa.."

bukan ape....
betoi jugak die kate awok ni meghosakkan bahase (merosakkan bahasa).....
dan kenape le awok penat2 taip gune loghat Perak...
kendian awok taip pulak ejaan betoinye dalam kughongan (kurungan)...
tak ke buat keghoje (kerja) dua kali....

kekekeke.....
macam ni le 'peduli apa' yang tak bagi link ke blog die tu...
blog awok ni ditulih (ditulis) oleh awok....
dan jugak diselie oleh awok......
makenye same macam nick mike....
peduli apa ye tak!!!.....

tapi ape pun teghime kasih le ateh perhatian mike tu 'peduli apa'....
sekughangnye (sekurangnya) awok sedo le yang awok ni peghosak bahase (perosak bahasa)....
heheheh...
teghime (terima) kasih 

P/S: kalo belanjawan jadi bajet tu kighe (kira) ghosak (rosak) bahase tak????

Thursday, May 5, 2011

Haghi (hari) Ibu


"aku ulang balik ape yang aku tulih taun lepaih. ngape perlu ade haghi ibu? ooo... haghi nak merikan para ibu diseluruh donier...hmmm!! mintak maap le, aku tak dapat nak meraikannye sebab AKU SAYANG MAK AKU TETIAP HAGHI. aku raikan die tetiap haghi dalam doa."

Kome jangan terkejot pulak.....
ayat kat ateh (atas) ni di tulih (tulis) oleh kawan awok di wall die kat pesbuk (facebook) tu...
lojik jugak ape yang die kabo kan tu.....
takkan le bile sampei (sampai) haghi (hari) Ibu baghu (baru) kite sebok nak ghai kan (rai kan) ibu kite kan???

ate.... haghi2  (hari2) lain tak pulak kite ghaikan (raikan)...
layan mak kite macam yang die dapat mase haghi (hari) Ibu pulak???....
entah le kome....
awok ghase (rasa) yang mule kan sambotan haghi (hari) Ibu ni ...
mat saleh je.....

deme lain le...
dengan mak bapak pun ber ai yu ( I ...U) .......
ade pulak yang siap panggei (panggil) name mak bapak je...
kughang ajo (kurang ajar) betoi le deme tu...

silap kite pulak....
asei (asal) yang mat saleh mule kan...
semuenye baik...
semuenye bagoih... (bagus)....

udah le kome.....
ghai2 kan le (rai2 kan) mak bapak kome setiap haghi (hari)...
selagi ade hayat deme...
selagi deme bernapeh (bernafas) di ateh (atas) muke bumi ni....
pahale pun dapat....

NEGARAKERTAGAMA JADI MEMORI DUNIA

Koleksi dokumen sejarah kerajaan Majapahit milik bangsa Indonesia, kitab Negarakertagama, telah diakui sebagai Memori Dunia oleh UNESCO. Kitab sastra yang ditulis Empu Prapanca di sekitar tahun 1350-1389 itu menceritakan perjalanan sejarah Kerajaan Majapahit di bawah pemerintahan Sri Rajasanagara (Hayam Wuruk). Kitab yang ditulis di atas daun lontar tersebut terdaftar dalam The Memory of the World Regional Register for Asia/Pacific.
”Tentu saja pengakuan ini sangat membanggakan karena Indonesia memiliki peninggalan sejarah yang diakui internasional,” kata Dady P Rachmananta, Kepala Perpustakaan Nasional, di Jakarta, Jumat (23/4). Naskah Negarakertagama saat ini tersimpan di Perpustakaan Nasional, Jakarta.


Selengkapnya silahkan baca di sini.

MAJAPAHIT BUKAN KESULTANAN ISLAM (1)

Adalah seorang Herman Sinung Janutama, yang menerbitkan buku  ‘Kesultanan Majapahit, Fakta Yang Tersembunyi’, diterbitkan oleh LJKP Pangurus Daerah Muhammadiyah Yogyakarta, edisi terbatas Muktamar Satu Abad Muhammadiyah Yogyakarta Juli 2010, yang pada intinya buku tersebut memaparkan fakta-fakta tersembunyi dengan berbagai dasar temuan sehingga mencapai suatu kesimpulan bahwa kerajaan Majapahit adalah merupakan kerajaan Islam yang berbentuk "Kesultanan Majapahit".

Sedikitnya si penulis mengemukakan lima fakta untuk memperkuat argumennya tersebut di atas, dan akan diulas kebenarannya berikut  :

1. Ditemukan atau adanya koin-koin emas Majapahit yang bertuliskan kata-kata ‘La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah’. Koin semacam ini dapat ditemukan dalam Museum Majapahit di kawasan Trowulan Mojokerto Jawa Timur. Koin adalah alat pembayaran resmi yang berlaku di sebuah wilayah kerajaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sangat tidak mungkin sebuah kerajaan Hindu memiliki alat pembayaran resmi berupa koin emas bertuliskan kata-kata Tauhid.

Tidak disangkal bahwa temuan mata-uang tersebut adalah merupakan temuan arkeologis yang cukup bernilai, apalagi bila benar-benar berbahan dasar emas. Tetapi satu hal yang harus dipahami serta wajib untuk dimengerti adalah, mata uang suatu negara tidak dapat dipergunakan untuk menjustifikasi bentuk suatu negara (kerajaan) tersebut, sebagai wawasan : dahulu saat negeri kita masih berada di bawah (dijajah) pemerintahan kolonial Belanda mata uang yang dipergunakan adalah mata uang Gulden (VOC), hal ini tidak berarti bahwa negeri kita (pada waktu itu) berbentuk Kerajaan sebagaimana Belanda waktu itu (dibawah pemerintahan Ratu Juliana). Satu point utama yang patut dijadikan tolok ukur bentuk suatu negara (kerajaan) adalah bagaimana sistem perundang-undangan yang berlaku di negara (kerajaan) tersebut pada masa itu, sebagai contohnya : Negeri kita ini mempergunakan Undang-Undang Dasar 1945 serta Pancasila sebagai falsafah negara yang jelas-jelas menentukan bahwa Indonesia adalah negara Republik Presidensiil meskipun di dalam faktanya agama Islam adalah agama mayoritas penduduk Indonesia, tetapi tidak berarti bahwa Indonesia adalah negara Islam.


Read more  :  bagian kedua

Gambar Belangkas